baca96.blogspot.com - Sandal Jepit Istriku
Selera makanku mendadak punah. Hanya ada rasa kesal dan jengkel yg memenuhi kepala ini. Duh… betapa tak gemas, dlm keadaan lapar memuncak seperti ni makanan yg tersedia tak ada yg memuaskan lidah. Sayur sop ni rasanya manis bak kolak pisang, sedang perkedelnya asin nggak ketulungan. Ummi… Ummi, kapan kau dpt memasak dgn benar…? Selalu saja, kalau tak keasinan…kemanisan, kalau tak keaseman… ya kepedesan! Ya, aku tak bisa menahan emosi untk tak menggerutu.Sabar bi…, Rasulullah jg sabar terhadap masakan Aisyah dan Khodijah. Katanya mau kayak Rasul…? ucap isteriku kalem. Iya… tapi abi kan manusia biasa. Abi belum bisa sabar seperti Rasul. Abi tak tahan kalau makan terus menerus seperti ini…! Jawabku dgn nada tinggi. Mendengar ucapanku yg bernada emosi, kulihat isteriku menundukkan kepala dalam-dalam. Kalau sudah begitu, aku yakin pasti air matanya sudah merebak. *** Sepekan sudah aku ke luar kota. Dan tentu, ketika pulang benak ni penuh dgn jumput-jumput harapan untk menemukan ‘baiti jannati’ di rumahku. Tapi apa yg terjadi…? Ternyata kenyataan tak sesuai dgn apa yg kuimpikan. Sesampainya di rumah, kepalaku malah mumet tujuh keliling. Bayangkan saja, rumah kontrakanku tak ubahnya laksana kapal burak (pecah). Pakaian bersih yg belum disetrika menggunung di sana sini. Piring-piring kotor berpesta pora di dapur, dan cucian… ouw… berember-ember. Ditambah lagi aroma bau busuknya yg menyengat, karena berhari-hari direndam dgn detergen tapi tak jg dicuci. Melihat keadaan seperti ni aku cuma bisa beristigfar sambil mengurut dada. Ummi…ummi, bagaimana abi tak selalu kesal kalau keadaan terus menerus begini…? ucapku sambil menggeleng-gelengkan kepala. Ummi… isteri sholihat itu tak hanya pandai ngisi pengajian, tapi dia jg harus pandai dlm mengatur tetek bengek urusan rumah tangga. Harus bisa masak, nyetrika, nyuci, jahit baju, beresin rumah…? Belum sempat kata-kataku habis sudah terdengar ledakan tangis isteriku yg kelihatan begitu pilu. Ah…wanita gampang sekali untk menangis…, batinku berkata dlm hati. Sudah diam Mi, tak boleh cengeng. Katanya mau jadi isteri shalihat…? Isteri shalihat itu tak cengeng, bujukku hati-hati setelah melihat air matanya menganak sungai dipipinya. Gimana nggak nangis! Baru jg pulang sudah ngomel-ngomel terus. Rumah ni berantakan karena memang ummi tak bisa mengerjakan apa-apa. Jangankan untk kerja untk jalan saja susah. Ummi kan muntah-muntah terus, ni badan rasanya tak bertenaga sama sekali, ucap isteriku diselingi isak tangis. Abi nggak ngerasain sih bagaimana maboknya orang yg hamil muda… Ucap isteriku lagi, sementara air matanya kulihat tetap merebak. *** Bi…, siang nanti antar Ummi ngaji ya…? pinta isteriku. Aduh, Mi… abi kan sibuk sekali hari ini. Berangkat sendiri saja ya? ucapku. Ya sudah, kalau abi sibuk, Ummi naik bis umum saja, mudah-mudahan nggak pingsan di jalan, jawab isteriku. Lho, kok bilang gitu…? selaku. Iya, dlm kondisi muntah-muntah seperti ni kepala Ummi gampang pusing kalau mencium bau bensin. Apalagi ditambah berdesak-desakan dlm bus dgn suasana panas menyengat. Tapi mudah-mudahan sih nggak kenapa-kenapa, ucap isteriku lagi. Ya sudah, kalau begitu naik bajaj saja, jawabku ringan. Pertemuan hari ni ternyata diundur pekan depan. Kesempatan waktu luang ni kugunakan untk menjemput isteriku. Entah kenapa hati ni tiba-tiba saja menjadi rindu padanya. Motorku sudah sampai di tempat isteriku mengaji. Di depan pintu kulihat masih banyak sepatu berjajar, ni pertanda acara belum selesai. Kuperhatikan sepatu yg berjumlah delapan pasang itu satu persatu. Ah, semuanya indah-indah dan kelihatan harganya begitu mahal. Wanita, memang suka yg indah-indah, sampai bentuk sepatu pun lucu-lucu, aku membathin sendiri. Mataku tiba-tiba terantuk pandang pd sebuah sendal jepit yg diapit sepasang sepatu indah. Dug! Hati ni menjadi luruh. Oh….bukankah ni sandal jepit isteriku? tanya hatiku. Lalu segera kuambil sandal jepit kumal yg tertindih sepatu indah itu. Tes! Air mataku jatuh tanpa terasa. Perih nian rasanya hati ini, kenapa baru sekarang sadar bahwa aku tak pernah memperhatikan isteriku. Sampai-sampai kemana ia pergi harus bersandal jepit kumal. Sementara teman-temannnya bersepatu bagus. Maafkan aku Maryam, pinta hatiku. Krek…, suara pintu terdengar dibuka. Aku terlonjak, lantas menyelinap ke tembok samping. Kulihat dua ukhti berjalan melintas sambil menggendong bocah mungil yg berjilbab indah dan cerah, secerah warna baju dan jilbab umminya. Beberapa menit setelah kepergian dua ukhti itu, kembali melintas ukhti-ukhti yg lain. Namun, belum jg kutemukan Maryamku. Aku menghitung sudah delapan orang keluar dari rumah itu, tapi isteriku belum jg keluar. Penantianku berakhir ketika sesosok tubuh berbaya gelap dan berjilbab hitam melintas. Ini dia mujahidahku! pekik hatiku. Ia beda dgn yg lain, ia begitu bersahaja. Kalau yg lain memakai baju berbunga cerah indah, ia hanya memakai baju warna gelap yg sudah lusuh pula warnanya. Diam-diam hatiku kembali dirayapi perasaan berdosa karena selama ni kurang memperhatikan isteri. Ya, aku baru sadar, bahwa semenjak menikah belum pernah membelikan sepotong baju pun untuknya. Aku terlalu sibuk memperhatikan kekurangan-kekurangan isteriku, padahal di balik semua itu begitu banyak kelebihanmu, wahai Maryamku. Aku benar-benar menjadi malu pd Allah dan Rasul-Nya. Selama ni aku terlalu sibuk mengurus orang lain, sedang isteriku tak pernah kuurusi. Padahal Rasul telah berkata: Yang terbaik di antara kamu adlh yg paling baik terhadap keluarganya. Sedang aku..? Ah, kenapa pula aku lupa bahwa Allah menyuruh para suami agar menggauli isterinya dgn baik. Sedang aku…? terlalu sering ngomel dan menuntut isteri dgn sesuatu yg ia tak dpt melakukannya. Aku benar-benar merasa menjadi suami terdzalim!!! Maryam…! panggilku, ketika tubuh berbaya gelap itu melintas. Tubuh itu lantas berbalik ke arahku, pandangan matanya menunjukkan ketidakpercayaan atas kehadiranku di tempat ini. Namun, kemudian terlihat perlahan bibirnya mengembangkan senyum. Senyum bahagia. Abi…! bisiknya pelan dan girang. Sungguh, aku baru melihat isteriku segirang ini. Ah, kenapa tak dari dulu kulakukan menjemput isteri? sesal hatiku. *** Esoknya aku membeli sepasang sepatu untk isteriku. Ketika tahu hal itu, senyum bahagia kembali mengembang dari bibirnya. Alhamdulillah, jazakallahu…,ucapnya dgn suara tulus. Ah, Maryam, lagi-lagi hatiku terenyuh melihat polahmu. Lagi-lagi sesal menyerbu hatiku. Kenapa baru sekarang aku bisa bersyukur memperoleh isteri zuhud dan ‘iffah sepertimu? Kenapa baru sekarang pula kutahu betapa nikmatnya menyaksikan matamu yg berbinar-binar karena perhatianku…?
source : http://wikipedia.org, http://slideshare.net
0 Response to "KESEDERHANAAN SEORANG WANITA SOLEHA"
Posting Komentar