This site uses cookies from Google to deliver its services, to personalize ads and to analyze traffic. Information about your use of this site is shared with Google. By using this site, you agree to its use of cookies. Learn More

Kiai Abbas Buntet - Kitab Kuning - Motivasi

baca96.blogspot.com - Dari Kitab Kuning hingga Ilmu Kanuragan

Kiai Abbas Buntet, selain menjadi salah seorang tokoh sentral NU, jg pengasuh Pondok Pesantren Buntet, Cirebon. Pesantren tersebut, hingga saat ni terus tumbuh dan berkembang. Di sana, bukan saja menggelar kitab kuning, tapi mengobarkan semangat juang.

Kiai Abbas Buntet - Kitab Kuning
Kualitas pengajian dan kharisma seorang kiai merupakan daya tarik utama dlm sistem pendidikan pesantren Salaf. Dan ni tetap dipertahankan dlm sistem pendidikan pesantren Buntet sebabagi sosok pesantren salaf yg tak pernah kehilangan pesona dan peran dlm dunia modern.

Tersebutlah saat ni peran sosial politik yg diambil kiai Abdullah Abbas, selalu menjadi rujukan para pemimpin nasional. Tidak hanya karena pengikutnya banyak, tetapi memang nasehat dan pandangannya sangat berisi. Semuanya itu tak diperoleh begitu saja, melainkan hasil pergumulan panjang, yg penuh pengalaman dan pelajaran, sehingga membuat para tokoh matang dlm kanacah perjuangan.

Kiai Abdullah ukan sekadar tokoh yg berperan karena mengandalkan popularitas keluarga / keturunannya. Semuanya itu tak terlepas dari peran para pendahulu pesantren Buntet, ayah Kiai Abdullah sendiri yaitu Kiai Abbas, seorang ulama besar yg mampu memadukan kitab kuning dan ilmu kanuragan sekaligus, sebagai sarana perjuangan membela umat.

Kiai Abas adlh putra sulung KH Abdul Jamil yg dilahirkan pd hari Jumat 24 Zulhijah 1300 H / 25 Oktober 1800 M di desa Pekalangan, Cirebon. Sedangkan KH Abdul Jamil adlh putra dari KH. Muta’ad yg tak lain adlh menantu pendiri Pesantren Buntet, yakni Mbah Muqayyim salah seorang mufti di Kesultanan Cirebon.

Ia menjadi Mufti pd masa pemerintahan Sultan Khairuddin I, Sultan Kanoman yg mempunyai anak Sultan Khairuddin II yg lahir pd tahun 1777. Tetapi Jabatan terhormat itu kemudian ditinggalkan semata-mata karena dorongan dan rasa tanggungjawab terhadap agama dan bangsa.

Selain itu jg karena sikap dasar politik Mbah Muqayyim yg non-cooperative terhadap penjajah belanda - karena penjajah secara politik saat itu sudah menguasai kesultanan Cirebon.

Setelah meninggalkan Kesultanan Cirebon, maka didirikanlah lembaga pendidikan pesantren tahun 1750 di Dusun Kedung Malang, desa Buntet, Cirebon yg petilasannya dpt dilihat sampai sekarang berupa pemakaman para santrinya. Untuk menmghindari desakan penjajah Belanda, ia selalu berpindah-pindah. Sebelum berada di Blok Buntet, (desa Martapada Kulon) seperti sekarang ini, ia berada di sebuah daerah yg disebut Gajah Ngambung. Disebut begitu, konon, karena Mbah Muqayyim dikhabarkan mempunyai gajah putih.

Setelah itu jg masih terus berpindah tempat ke Persawahan Lemah Agung (masih daerah Cirebon), lantas ke daerah yg diebut Tuk Karangsuwung. Bahkan, lantara begitu gencarnya desakan penjajah Belanda (karena sikap politik yg non-cooperative), Mbah Muqayyim sampai hijrah ke daerah Beji, Pemalang, Jawa Tengah, sebelum kembali ke daerah Buntet, Cirebon. Hal itu dilakukan karena hampir tiap hari tentara penjajah Belanda melakukan patroli ke daerah pesantren. Sehingga suasana pesantren, mencekam, tapi para santri tetap giat belajar sambil terus begerilya, bila malam hari tiba.

Semuanya itu dijalani dgn tabah dan penuh harapan, sebab Mbah Qoyyim selalu mendampingi mereka. Sementara bimbingan Mhah Qoyyim selalu meraka harapkan sebab kiai itu dikenal sebagai tokoh yg ahli tirakat (riyadlah) untk kewaspadaan dan keselamatan bersama. Ia pernah berpuasa tanpa putus selama 12 tahun. Mbah Muqayyim niat puasanya yg dua belas tahun itu dlm empat bagian.

Tiga tahun pertama, ditunjukkan untk keselamatan Buntet Pesantren. Tiga tahun kedua untk keselamatan anak cucuknya. Tiga tahun yg ketiga untk para santri dan pengikutnya yg setia. Sedang tiga tahun yg keempat untk keselamatan dirinya. Saat itu Mbah Muqayyimlah peletak awal Pesantren Buntet, sudah berpikir besar untk keselamatan umat Islam dan bangsa. Karena itu pesantren rintisannya hingga saat ni masih mewarisi semangat tersebut. Sejak zaman pergerakan kemerdekaan, dan ketika para ulama mendirikan Nahdlatul Ulama, pesantren ni menjadi salah satu basis kekuatan NU di Jawa Barat.

Dengan demikian, pd dasarnya Kiai Abbas adlh dari keluarga alim karena itu pertama ia belajar pd ayahnya sendiri, KH Abdul Jamil. Setelah menguasai dasar-dasar ilmu agama, baru pindah ke pesantren Sukanasari, Plered, Cirebon di bawah pimpinan Kiai Nasuha. Setelah itu, masih didaerah Jawa Barat, ia pindah lagi ke sebuah pesantren salaf bdi daerah Jatisari di bawah pimpinan Kiai Hasan. Baru setelah itu keluar daerah, yakni ke sebuah pesantren di Jawa Tengah, tepatnya di kabupaten Tegal yg diasuh oleh Kiai Ubaidah.

Setelah berbagai ilmu keagamaan dikuasai, selanjutnya ia pindah ke pesantren yg sangat kondang di Jawa Timur, yakni Pesantren Tebuireng, Jombang di bawah asuhan Hadratusyekh Hasyim Asy’ari, tokoh kharismatik yg kemudian menjadi pendiri NU.

Pesantren Tebuireng itu menambah kematangan kepribadian Kiai Abbas, sebab di pesantren itu ia bertemu dgn para santri lain dan kiai yg terpandang seperti KH Abdul Wahab Hasbullah (tokoh dan sekaligus arsitek berdirinya NU) dan KH Abdul Manaf yg turut mendirikan pesantren Lirboyo, kediri Jawa Timur.

Walaupun keilmuannya sudah cukup tinggi, tapi ia seorang santri yg gigih, karena itu tetap berniat memperdalam keilmuannya dgn belajar ke Mekkah Al-Mukarramah. Beruntunglah ia belajar ke sana, sebab saat itu masih ada ulama Jawa terkenal tempat berguru, yaitu Syekh Machfudz Termas (asal Pacitan, Jatim) yg karya-karyanya masyhur itu.

Di Mekkah, ia kembali bersama-sama dgn KH. Bakir Yogyakarta, KH. Abdillah Surabaya dan KH. Wahab Chasbullah Jombang. Sebagai santri yg sudah matang, maka di waktu senggang Kiai Abbas ditugasi untk mengajar pd para mukminin (orang-orang Indonesia yg tertinggal di Mekkah). Santrinya antara, KH Cholil Balerante- Palimanan, KH Sulaiman Babakan, Ciwaringin dan santri-santri lainnya.

Dengan bermodal ilmu pengetahuan yg diperoleh dari berbagai pesantren di Jawa, kemudian dipermatang lagi dgn keilmuan yg dipelajari dari Mekah, serta upayanya mengikuti perkembangan pemikiran Islam yg terjadi di Timur Tengah pd umumnya, maka mulailah Kiai Abbas memegang tampuk pimpinan Pesantren Buntet, warisan dari nenek moyangnya itu dgn penuh kesungguhan. Dengan modal keilmuan yg memadai itu membuat daya tarik pesantren Buntet semakin tinggi.

Sebagai seorang kiai muda yg energik ia mengajarkan berbagai khazanah kitab kuning, tapi tak lupa memperkaya dgn ilmu keislaman modern yg mulai berkembang saat itu. Maka kitab-karya ulama Mesir seperti tafsir Tontowi Jauhari yg banyak mengupas masalah ilmu pengetahuan itu mulai diperkenalkan pd para santri. Demikian jg tafsir Fahrurrozi yg bernuansa filosofis itu jg diajarkan. Dengan adanya pengetahuan yg luas itu pengajaran ushul fiqih mencapai kemajuan yg sangat pesat, sehingga pemikiran fiqih para alumni Buntet sejak dulu sudah sangat maju. Sebagaimana umumnya pesantren fiqih memang merupakan kajian yg sangat diprioritaskan, sebab ilmu ni menyangkut kehidupan sehari-hari masyarakat.

Dengan sikapnya itu, nama Kiai Abbas dikenal keseluruh Jawa, sebagai seurang ulama yg alim dan berpemikiran progresif. Tapi demikian ia tetap rendah hati pd para santrinya, misalnya ketika ditanya sesuai yg tak menguasasi, / ada santri yg minta diajari kitab yg belum pernah dikajianya ulang, maka Kiai Abbas terus terang mengatakan pd santrinya bahwa ia belum menguasasi kitab tersebut, sehingga perlu waktu untk menelaahnya kembali.

Walaupun namanya sudah terkenal diseantero Jawa, baik karena kesaktiannya maupun karena kealimannya, tetapi Kiai Abbas tetap hidup sederhana. Di langgar yg beratapkan genteng itu, ada dua kamar dan ruang terbuka cukup lebar dgn hamparan tikar yg terbuat dari pandan. Di ruang terbuka inilah kiai Abbas menerima tamu tak henti-hentinya. Setiap usai shalat Duhur / Ashar, sebuah langgar yg berada di pesantren Buntet, Cirebon itu selalu didesaki para tamu.

Mereka berdatangan hampir dari seluruh pelosok daerah. Ada yg datang dari daerah sekitar Jawa Barat, Jawa Tengah bahkan jg ada yg dari Jawa Timur. Mereka bukan santri yg hendak menimba ilmu agama, melainkan inilah masyarakat yg hendak belajar ilmu kesaktian pd sang guru.

Walaupun saat itu, Kiai Abbas sudah berumur sekitar 60 tahun, tetapi tubuhnya tetap gagah dan perkasa. Rambutnya yg lurus dan sebagian sudah memutih, selalu di tutupi peci putih yg dilengkapi serban - seperti lazimnya para kiai.

Dalam tradisi pesantren, selain dikenal dgn tradisi ilmu kitab kuning, jg dikenal dgn tradisi ilmu kanuragan / ilmu bela diri, yg keduanya wajib dipelajari. Apalagi dlm menjalankan misi dakwah dan berjuang melawan penjahat dan penjajah. Kehadiran ilmu kanuragan menjadi sebuah keharusan.

Oleh karena itu ketika usianya mulai senja, sementara perjuangan kemerdekaan saat itu sedang menuju puncaknya, maka pengajaran ilmu kanuragan dirasa lebih mendesak untk mencapai kemerdekaan. Maka dgn berat hati terpaksa ia tinggalkan kegiatannya mengajar kitab-kitab kuning pd ribuan santrinya. Sebab yg menangani soal itu sudah diserahkan sepenuhnya pd kedua adik kandungnya, KH Anas dan KH Akyas.

Ketika memasuki masa senjanya, Kiai Abbas lebih banyak memusatkan perhatian pd kegiatan dakwah di Masyarakat dan mengajar ilmu-ilmu kesaktian / ilmu beladiri, sebagai bekal masyarakat untk melawan penjajah. Tampaknya ia mewarisi darah perjuangan dari kakeknya yaitu Mbah Qoyyim, yg rela meninggalkan istana Cirebon karena menolak kehadiran Belanda. Dan kini darah perjuangan tersebut sudah merasuk ke cucunya. Karena itu, Kiai Abbas mulai merintas perlawanan, dgn mengajarkan berbagai ilmu kesaktian padsa masyarakat.

Tentu saja yg berguru pd Kiai Abbas bukan orang sembarangan, / pesilat pemula, melainkan para pendekar yg ingin meningkatkan ilmunya dan memperkaya jiwanya. Maka begitu kedatangan tamu ia sudah bisa mengukur seberapa tinggi kesaktian mereka, karena itu Kiai Abbas menerima tamu tertentu langsung dibawa masuk ke kamar pribadinya.

Dalam kamar mereka langsung dicoba kemampuannya dgn melakukan duel, sehingga membuat suasana gaduh. Baru setelah diuji kemampuannya sang kiai mengijazahi berbagai amalan yg diperlukan, sehingga kesaktian dan kekebalan mereka bertambah.

Dengan gerakan itu maka pesantren Buntet dijadikan sebagai markas pergerakan kaum Republik untk melawan penjajahan. Mulai saat itu Pesantren Buntet menjadi basis perjuanagan umat Islam melawan penjajah yg tergabung dlm barisan Hizbullah.

Sebagaimana Sabilillah, Hizbullah jg merupakan kekuatan yg tangguh dan disegani musuh, kekuatan itu diperoleh berkat latihan-latihan berat yg diperoleh dlm pendidikan PETA (Pembela Tanah Air) di Cibarusa semasa penjajahan Jepang. Organisasi perjuangan umat Islam ni didirikan untk melakukan perlawanan terhadap penjajah. Anggotanya terdiri atas kaum tua militan. Organisasi ni di Pesantren Buntet, diketuai Abbas dan adiknya KH Anas, serta dibantu oleh ulama lain seperti KH Murtadlo, KH Soleh dan KH Mujahid.

Karena itu muncul tokoh Hizbullah di zaman pergerakan Nasional yg berasal dari Cirebon seperti KH Hasyim Anwar dan KH Abdullah Abbas, putera Kiai Abbas. Ketika melakukan perang gerilya, tentara Hizbullah memusatkan pertahahannya di daerah Legok, kecamatan Cidahu, kabupaten Kuningan, dgn front di perbukitan Cimaneungteung yg terletak di dareah Waled Selatan membentang ke Bukit Cihirup Kecapantan Cipancur, Kuningan. Daerah tersebut terus dipertahankan sampai terjadinya Perundingan Renville yg kemudian Pemerintah RI beserta semua tentaranya hizrah ke Yogyakarta.

Selain mendirikan Hisbullah, pd saat itu di Buntet Pesantren jg dikenal adanya organisasi yg bernama Asybal. Inilah organisasi anak-anak yg berusia di bwah 17 tahun. Organisasi ni sengaja dibentuk oleh para sesepuh Buntet Pesantren sebagai pasukan pengintai / mata-mata guna mengetahui gerakan musuh sekaligus jg sebagai penghubung dari daerah pertahanan sampai ke daerah front terdepan. Semasa perang kemerdekaan itu, banyak warga Buntet Pesantren yg gugur dlm pertempuran. Di antaranya adlh KH Mujahid, kiai Akib, Mawardi, Abdul Jalil, Nawawi dan lain-lain.

Basis kekuatan laskar yg dibangun oleh Kiai Abbas itu kemudian menjadi pilar penting bagi tercetusnya revolusi November di surabaya tahun 1946. Peristiwa itu terbukti setelah Kiai Hasyim Asyari mengeluarkan resolusi jihad pd 22 Oktober 1946, Bung Tomo segera datang berkonsultasi pd KH Hasyim Asy’ari guna minta restu dimulainya perlawanan terhadap tentara Inggris.

Tetapi kiai Hasyim menyarankan agar perlawanan rakyat itu jangan dimulai terlebih dahulu, sebelum Kiai Abbas, sebagai Laskar andalannya, datang ke Surabaya. Memang setelah itu laskar dari pesantren Buntet, di bawah pimpinan KH. Abbas beserta adiknya KH. Anas, mempunyai peran besar dlm perjuangan menentang tentara Inggris yg kemudian dikenal dgn peristiwa 10 november 1945 itu.

Atas restu Hadratus Syaikh, ia terlibat langsung dlm pertempuran Surabaya tersebut. Selanjutnya kiai Abbas jg mengirimkan para pemuda yg tergabung dlm tentara Hizbullah ke berbagai daerah pertahanan untk melawan penjajah yg hendak menguasai kembali republik ini, seperti ke Jakarta, Bekasi, Cianjur dan lain-lain.

Dialah santri yg mempunyai beberapa kelebihan, baik dlm bidang ilmu bela diri maupun ilmu kedigdayaan. Dan tak jarang, Kiai Abbas diminta bantuan khusus yg berkaitan dgn keahliannya itu. Hubungan Kiai Hasyim dgn Kiai Abbas memang sudah lama terjalin, terlihat ketika pertama kali Kiai Hasyim Asy’ari mendirikan pesantrean Tebuireng, Kiai sakti dari Cirebon itu banyak memberikan perlindungan, terutama saat diganggu oleh para penjahat setempat, yg merasa terusik oleh kehadiran pesantren Tebuireng.

Sekitar tahun 1900, Kiai Abbas datang dari Buntet bersama kakak kandungnya, Kiai Soleh Zamzam Benda Kerep, Kiai Abdullah Pengurangan dan Kiai Syamsuri Wanatar. Berkat kehadiran mereka itu para penjahat yg dibeking oleh Belanda, penguasa pabrik gula Cukir itu tak lagi ang mengganggu pesantren tebuireng kapok tak berani mengganggu lagi.

Tradisi pesantren antara kanuragan, moralitas dan kitab kuning saling menopang, tanpa salah satunya yantg lain tak berjalan, karena itu semua merupakan tradisi dlm totalitasnya. Walaupun revolusi November dimenangkan oleh laskar pesantren dgn penuh gemilang, tetapi hal itu tak membuat mereka terlena, sebab Belanda dgn kelicikannya akan selalu mencari celah menikam Republik ini. Karena itu Kiai Abbas selalu mengikuti perkembangan politik, baik di lapanagan maupun di meja perundingan. Sementara laskar masih terus disiagakan. Berbagai latihan terus digelar, terutama bagi kalangan muda yg baru masuk kelaskaran. Berbagai daerah jg dibuka simpul kelaskaran yg siap menghadapi kembalinya penjajahan.

Di tengah gigihnya perlawanan rakyat terhadap penjajah, misi diplomasi jg dijalankan, semuanya itu tak terlepas dari perhatian para ulama. Karena itu betapa kecewanya para pejuang, termasuk para ulama yg memimpin perang itu, ketika sikap para diplomat kita sangat lemah, banyak mengalah pd keinginan Belanda dlm Perjanjian Linggar Jati tahun 1946 itu.

Mendengar hasil perjanjian itu Kiai Abbas sangat terpukul, merasa perjuangannya dikhianati, akhirnya jatuh sakit. Kemudian mengakibatkan Kiai yg sangat disegani sebagai pemimpin gerilya itu wafat pd hari Jumat pd waktu subuh, 1 Rabiul Awal 1365 / 1946 Masehi, kemudian dikuburkan di pemakaman Buntet Pesantren.

Hingga saat ni karakter perjuangan masih terus ditradisikan di Pesantren Buntet, pd masa represi Orde Baru pesantren ni dgn gigihnya mempertahankan independensinya dari tekanan rezim itu. Tetapi semuanya dijalankan dgn penuh keluwesan, sehingga orde baru jg tak menghadapinya dgn frontal. Dan karena itu pula, ketika masa ramainya gerakan reformasi, pikiran dan pandangan Kiai Abdullah Abbas sangat diperhatikan oleh semua para penggerak reformasi, baik dari kalanagan NU maupun komunitas lainnya.

Itulah Peran sosial keagamaan pesantren Buntet yg dirintis Mbah Qoyyim dilanjutkan oleh Kiai Abbas, kemudian diteruskan lagi oleh Kiai Abdullah Abbas menjadikan Buntet sebagai Pesantren perjuangan. (Abdul Mun'im DZ)

Sumber : http://nu.or.id

Rahasia Dan Kekuatan Ilmu Hikmah
Judul: Kiai Abbas Buntet - Kitab Kuning;

0 Response to "Kiai Abbas Buntet - Kitab Kuning - Motivasi"

Posting Komentar

Contact

Nama

Email *

Pesan *